Jumat, 22 April 2011

Sistem Nilai dan Norma dalam Budaya Organisasi

Organisasi ternyata memiliki sistem nilai dan norma dalam budaya organisasi atau dengan kata lain sesuai gagasan paradigma yang berkembang dan menjadi acuan bagi tugas-tugas yang dijalankan. Hal ini sudah menjadi istilah umum pada organisasi. Setiap orang akan mengangguk jika seseorang berkata, di dalam organisasi kami segala sesuatu harus mengarah kepada pelanggan atau di organisasi ini, orang-orangnya tidak pernah melupakan satu pun kesalahan. Pada konteks yang lebih luas, organisasi akan selalu  memiliki dan memikul tanggung jawab sosial. Setiap organisasi harus bertanggungjawab penuh atas dampak yang ditimbulkannya kepada para pekerja, lingkungan, pelanggan, dan siapa pun, serta apa pun yang bersentuhan dengannya.

Oleh karena itu budaya organisasi harus melampaui batas-batas sebuah komunitas (Drucker, 1995). Jika tidak maka suatu organisasi dan nilai serta norma dalam komunitas akan berbenturan, organisasi tersebut harus menang. Jika tidak maka ia tidak akan memberikan sumbangan sosial dalam konteks organisasi dipahami sebagai sebuah sistem terbuka. Dengan demikian ada beberapa langkah yang perlu dijalankan setelah terciptanya seperangkat gagasan dalam sebuah paradigma teori organisasi antara lain:
1.      Pemimpin harus mengerti berbagai pekerjaan akan diisi oleh berbagai perspektif dan pendekatan kerja dan harus dimaknai sebagai nilai yang berkembang dari berbagai opini dan pandangan. Asumsi tentang organisasi telah berubah secara mendasar, ia bukan sekedar sebuah mesin sehingga berstruktur kaku berdasarkan sekumpulan tugas, ia lebih dari sekedar kepentingan-kepentingan ekonomis, yang sangat ditentukan oleh hasil-hasil di pasar. Tetapi di atas semua itu ia bersifat sosial, tentang manusia, mengusahakan agar kekuatan manusia lebih efektif, dan kelemahan-kelemahannya menjadi tidak relevan, hal-hal tersebut hanya dapat dipenuhi oleh organisasi. Kita mengetahui perusahaan jasa finansial salah satu asumsinya menyatakan bahwa model pemasaran yang berhasil adalah pekerja yang agresif, tanggap terhadap setiap kebutuhan (didalamnya sistem insentif bagi penjual diacu atas dasar jumlah penjualan). Indikator seperti ini akan sulit mengukur misalnya pekerja wanita yang lamban secara teknis karena tehnik seperti ini yang lebih disukai wanita akan tetapi pasti dalam proses membangun hubungan dengan pembeli. Top manajemen dalam perusahaan dari sekarang menghubungkan berbagai identitas kelompok yang berbeda dan pendekatan yang berbeda terhadap bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan dan melihat hal-hal tersebut ternyata membuktikan tidak hanya ada satu cara dalam mencapai hasil yang positif.

2.      Pemimpin harus mengenali berbagai kesempatan untuk belajar dan tantangan dari ekspresi berbagai perspektif yang berbeda terhadap organisasi. Dengan kata lain pemimpin memiliki komitmen unutk menciptakan proses panjang dalam belajar, dalam berbagai paradigma (baru) yang digunakan.

3.      Budaya organisasi harus diciptakan dalam pengharapan berstandar tinggi terhadap performance setiap orang. Organisasi harus mempercayai semua anggota organisasi dapat memberikan kontribusi terhadap organisasi secara penuh.

4.      Budaya organisasi harus merangsang pengembangan kepribadian.
Pengembangan dilakukan bukan hanya lewat pelatihan dan pendidikan akan tetapi lebih dari sekedar metode konvensional yang dilakukan. Organisasi harus mencari berbagai alternatif pengembangan pengetahuan dan ketrampilan.

5.      Budaya organisasi harus bersifat terbuka. Sebagai budaya yang memiliki toleransi untuk dapat dan mendukung konflik yang konstruktif dalam relasi kerja. Konflik antara otonomi yang diperlukan organisasi untuk bisa berjalan dengan baik dan klaim dari komunitas, antara nilai-nilai yang dimiliki organisasi dengan yang dimiliki komunitas merupakan hal yang biasa dijumpai dalam masyarakat organisasi.

6.      Budaya organisasi harus membuat pekerja merasa dihargai. Apabila prakondisi ini tercapai, pekerja merasa memiliki komitmen dan dikuatkan dalam organisasi sehingga pekerja merasa aman dalam mengambil inisiatif untuk mengaplikasikan ketrampilan dan pengalamannya pada paradigma teori yang dibangun dalam mencapai performansi kerja. Organisasi modern terdiri atas para spesialis yang berpengetahuan maka ia haruslah menjadi organisasi yang terdiri atas para kolega dan rekan yang sederajat. Tidak ada yang tingkat pengetahuannya lebih tinggi dari pada yang lain, masing-masing dinilai berdasarkan sumbangan yang  diberikan pada tugas yang dijalankan bersama, bukan berdasarkan superioritas atau inferioritas yang melekat pada pengetahuan tersebut. Organisasi modern tidak menjadi organisasi yang terdiri atas bos dan bawahan. Organisasi harus ditata sebagai sebuah tim.

7.      Organisasi harus memiliki artikulasi yang baik dan memahami misinya secara menyeluruh. Sejak sebuah misi memampukan orang untuk menjelaskan apa yang harus diperlengkapi dalam organisasi. Misi menjadi dasar dan tuntunan diskusi tentang perubahan hubungan kerja yang diinginkan oleh anggota organisasi. Memperjelas misi organisasi akan menolong orang agar selalu mendiskusikan pekerjaan mereka dalam perspektif yang tepat. Sebuah misi yang jelas memberikan perspektif dan pijakan yang tepat untuk melakukan diskusi pencapaian tujuan. Misi yang benar akan mampu menembus status-quo.

8.      Organisasi harus memiliki struktur yang tidak birokratis dan relatif bersifat egalitarian. Hal ini penting untuk memperoleh struktur yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide dan membuka tantangan yang konstruktif bagi sebuah pekerjaan dari setiap pekerja dengan pengalamannya yang berharga. Pikiran utama para pemimpin dalam birokrasi organisasi harus menguasai setiap sistem pengendalian efisiensi organisasi dan setiap rantai komando kemudian mencari cara untuk merubah cara berpikir model birokrasi klasik yang sudah usang

_________________________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.